Jumat, 08 November 2013

Remaja Butuh Kasih Sayang dan Logika


Banyak orang tua seringkali mengalami kesulitan berkomunikasi dengan anak-anak mereka yang sedang tumbuh beranjak remaja. Anak-anak yang sedang memasuki usia remaja biasanya mulai menunjukkan sikap memberontak dan menuntut banyak perhatian dari kedua orangtuanya.
Pakar parenting dari Yayasan Kita dan Buah Hati, Elly Risman, mengungkapkan bahwa 54 persen anak perempuan di Indonesia pada usia 9 tahun sudah mengalami menstruasi sehingga mereka sudah dapat dikatakan memasuki usia remaja. Seiring dengan itu terjadi juga perubahan-perubahan dalam diri anak-anak kita, baik anak perempuan maupun laki-laki.Apa saja perubahan itu?
1. Perkembangan Otak.
Memasuki usia remaja otak anak berkembang dengan sangat pesat, dari awalnya mereka berpikir konkrit (berpikir dengan cara melihat obyek), kini mereka juga bias berpikir secara abstrak (mampu mengolah kata-kata yang diterimanya). Kemanpuan analisa sintesa dan aspek-aspek berpikir anak berkembang secara penuh.
2. Hormon.
Hormon testosterone pada tubuh anak berkembang 20 kali lebih cepat menyebabkan terjadinya perubahan fisik seperti wajah berminyak, tungkai kaki memanjang, tumbuh bulu-bulu halus, hidung membesar dan sebagainya. Sayangnya, belum tentu semua anak bias menerima perubahan-perubahan ini sehingga dapat menimbulkan kekacauan emosi pada anak.
Kekacauan emosi atau emosi yang berayun menurut Elly Risman biasanya ditandai dengan banyaknya keluhan yang dirisaukan oleh anak. Antara lain tentang ketidakpuasan terhadap dirinya, lingkungan, ditambah beban-beban pelajaran di sekolah dengan jam belajar yang panjang juga les-les tambahan yang membuat anak sulit memiliki waktu santai. Hal ini meningkatkan rasa cemas berkepanjangan dalam dirinya.Dan saat cemas itu datang, aliran gelombang otak anak yang normalnya 10 putaran per detik meningkat menjadi 25 putaran per detik.
Hal ini mengakibatkan sel-sel otak anak pada Pre Frontal Cortex (PFC), bagian otak yang berada di depan persisnya terletak di atas mata sebelah kanan menjadi kelelahan. Kelelahanpada PFC ini pada akhirnya akan mematikan ribuan bahkan jutaan sel pada otak anak, karena otak tidak didesain untuk menanggung stress dalam waktu lama. Lalu bagaimana menyelamatkan anak remaja kita?
Menurut Elly Risman, dibutuhkan kasih sayang dan logika untuk para orangtua agar bias menerima, memahami dan menyikapi perubahan-perubahan yang terjadi dalam diri anak-anak kita saat beranjak remaja.
KASIH SAYANG.
Bangun ikatan hubungan emosional dan komunikasi dengan anak berlandaskan cinta. Anak memiliki kebutuhan untuk didengarkan perasaannya agar emosi yang sedang ia alami bias mengalir. Sebagai orang tua, mendengarkan keluhan anak tidak hanya membutuhkan sepasang telinga, tapi juga membutuhkan hati, jiwa dan mata kita. Dengan perhatian penuh, anak merasa mendapatkan perhatian yang dibutuhkannya sehingga ia membangun kepercayaan pada orang tua untuk menjadi tempat berkeluh kesah tentang apa yang mereka rasakan dan beban-beban yang menghimpitnya.
Komunikasi yang membutuhkan hati, jiwa, mata dan telinga ini merupakan syarat utama orang tua agar bias memeriksa setiapfase pertubuhan psikologis dan fisik anak-anak remajanya. Sebagai contoh, factor asupan makanan sangat berpengaruh pada pertumbuhan anak. Anak-anak yang sering makan makanan cepat saji cenderung akan menjadi gemuk. Pada anak laki-laki, kegemukan bias menyebabkan ukuran alat kelaminnya tidak sebesar ukuran normal anak seusianya. Nah, jika sejak kecil kita tidak terbiasa membangun komunikasi yang hangat, bagaimana kita bias tahu bahwa remaja kita cemas tentang ukuran alat kelaminnya yang berbeda dari teman-temannya? Padahal disisi lain, masalah ini ternyata sebenarnya juga membutuhkan pengobatan medis sejak dini sebelum mereka memasuki usia remaja.
Keterbatasan waktu seringkali menjadi kendala bagi banyak orang tua untuk bias mendengarkan perasaan-perasaan anak secara penuh. Apalagi bagi orang tua yang bekerja, biasanya saat pulang kerja sudah kehabisan energi. Belum lagi jika ada pekerjaan yang dibawa pulang dan harus diselesaikan sesegera mungkin. Kondisi ini memaksa anak harus berebut perhatian dengan tugas-tugas kantor orang tuanya bahkan gadget yang selalu dalam genggaman sang ayah dan ibu.
Elly Risman menyarankan sebaiknya saat memasuki rumah para orang tua menyiapkan diri dan tubuh untuk member perhatian pada anak. Singkirkan semua masalah-masalah kantor dan aneka gadget sejenak saja untuk member waktu pada anak kita berbicara.
LOGIKA.
Mengasuh anak tidak cukup hanya mengandalkan cinta, namun juga membutuhkan logika yang menuntut komitmen dan kerja keras. Dengan perkembangan otaknya secara penuh, kita juga harus mendidik dan mengajarkan mereka tentang tanggung jawab dan mengenalkan anak-anak pada rasa kecewa, sakit, sedih dan jatuh bangun. Jika anak dibiasakan hidup dengan aman dan sempurna mereka akan kesulitan belajar memahami penderitaan. Karena bentuk-bentuk penderitaan di atas merupakan salah satu bentuk pelajaran tentang hidup. Kenalkan juga anak sikap tanggung jawab dan konsekuensi dari semua perilakunya.
Saat anak sedang belajar tentang rasa sakit atau kecewa, menurut Elly Risman, orang tua harus berperan sebagai jarring pengaman emosi bagi anak. Dampingi dan bantu mereka bangkit dari rasa sakit. Beri mereka kesempatan belajar menentukan pilihan-pilihan dalam mengatasi masalahnya dan mengerti setiap konsekuensi yang timbul atas keputusannya. Dengan begini kelak saat anak beranjak dewasa mereka bias mempunyai sikap dan integritas.
Jadi, mari kita bangun komunikasi yang baik dan hangat berlandaskan cinta sehingga kita bias menjadi jarring pengaman emosi bagi anak-anak remaja. Keberhasilan mereka mengatasi gejolak emosinya di masa remaja akan membentuk karakter mereka kelak di masa depan.(irma)

0 komentar:

Posting Komentar